Demo di Kantor Bupati Pati Sempat Ricuh, Begini Kronologi dan Kondisi Terkini

  Demo di Kantor Bupati Pati Sempat Ricuh, Begini Kronologi dan Kondisi Terkini



Gelombang demonstrasi besar terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Rabu (13/8/2025). Ribuan warga memadati area sekitar Kantor Bupati untuk menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kontroversial kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen. Aksi yang awalnya berlangsung damai berubah ricuh ketika sebagian massa memaksa masuk ke dalam kawasan kantor pemerintah, memicu respons tegas aparat keamanan. Gas air mata dilepaskan untuk membubarkan kerumunan, dan sejumlah fasilitas kantor mengalami kerusakan.


Peristiwa ini menjadi sorotan publik karena bukan hanya menunjukkan eskalasi kemarahan masyarakat, tetapi juga menggambarkan ketegangan hubungan antara pemerintah daerah dan warganya. Berikut adalah rangkaian peristiwa lengkap dan situasi terkini pascakericuhan.


 Latar Belakang: Kenaikan PBB Picu Gejolak


Pemicu utama demonstrasi ini adalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati yang menetapkan kenaikan PBB hingga 250 persen. Kebijakan tersebut dinilai memberatkan masyarakat, khususnya warga dengan penghasilan menengah ke bawah, yang merasa beban hidup semakin tinggi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.


Warga menganggap keputusan ini tidak adil dan terkesan terburu-buru tanpa sosialisasi yang memadai. Beberapa kelompok menilai bahwa pemerintah daerah tidak mempertimbangkan daya beli masyarakat dan dampak psikologis dari lonjakan pajak yang terlalu drastis. Akibatnya, rasa frustrasi mengkristal menjadi seruan aksi turun ke jalan.


 Jalannya Aksi: Damai di Awal, Ricuh di Tengah


Sejak pagi, ratusan hingga ribuan massa sudah mulai berdatangan. Mereka berkumpul di depan Gedung DPRD Pati sebelum bergerak menuju Kantor Bupati. Spanduk, poster, dan pengeras suara digunakan untuk menyampaikan tuntutan, termasuk seruan agar Bupati mencabut kebijakan kenaikan PBB atau bahkan mengundurkan diri.


Awalnya, suasana masih terkendali. Massa berorasi dan menyanyikan yel-yel protes. Namun, situasi mulai memanas saat perwakilan pengunjuk rasa tidak kunjung ditemui oleh Bupati Sadewo. Ketidakmunculan pemimpin daerah ini dianggap sebagai bentuk pengabaian aspirasi rakyat. Desakan agar Bupati hadir di tengah massa semakin keras terdengar.


Sekitar tengah hari, ketegangan meningkat. Beberapa demonstran mulai mendorong pagar kantor bupati. Ada yang melempari petugas dengan botol air mineral. Pagar pun nyaris roboh akibat tekanan dari kerumunan. Di halaman kantor, botol-botol berserakan, menjadi saksi dari memanasnya suasana.


 Puncak Kericuhan: Gas Air Mata Dilepaskan


Puncak ketegangan terjadi ketika sebagian massa memaksa masuk dan merusak fasilitas di area kantor. Sejumlah kaca di sekretariat kantor bupati dilaporkan pecah akibat lemparan. Aparat kepolisian yang berjaga mengambil langkah tegas dengan melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa yang semakin tak terkendali.


Suara letupan gas air mata membuat kerumunan panik. Sebagian berlari menjauh, sementara yang lain tetap bertahan meskipun terbatuk-batuk dan mengusap mata yang perih. Polisi juga membentuk barikade untuk menghalangi massa masuk lebih jauh ke dalam kompleks kantor bupati.


 Dugaan Penyusupan dan Koordinasi Lapangan


Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, mengungkapkan bahwa kericuhan kemungkinan dipicu oleh adanya penyusup di antara massa. Penyusup ini diduga sengaja memprovokasi agar aksi berubah menjadi anarkis. Pihak kepolisian kemudian berkoordinasi dengan koordinator lapangan (korlap) untuk menenangkan massa dan mengembalikan situasi ke jalur damai.


Upaya komunikasi juga dilakukan dengan pihak pemerintah daerah untuk mencari jalan keluar, termasuk kemungkinan dialog langsung antara perwakilan warga dan Bupati Sadewo. Namun hingga kericuhan pecah, belum ada pertemuan resmi yang terjadi di lokasi.


 Situasi Terkini: Kondusif tapi Tegang


Memasuki sore hari sekitar pukul 15.35 WIB, suasana mulai mereda. Sebagian besar massa sudah meninggalkan lokasi, meski masih ada beberapa warga yang bertahan di depan pagar kantor bupati. Mereka duduk-duduk sambil memantau situasi, sementara aparat kepolisian terlihat lebih santai namun tetap siaga di halaman kantor.


Tumpukan botol bekas minum, sisa gas air mata, dan serpihan kaca masih terlihat di area kejadian. Petugas kebersihan mulai membersihkan lokasi, sedangkan polisi tetap berjaga untuk mencegah potensi bentrok susulan.


 Tuntutan Massa dan Sikap Pemerintah Daerah


Aksi ini tidak hanya menuntut pembatalan kenaikan PBB, tetapi juga menyerukan transparansi dan keadilan dalam pengelolaan pajak daerah. Warga ingin pemerintah menjelaskan alasan kenaikan yang dianggap terlalu tinggi dan memastikan kebijakan pajak lebih berpihak pada rakyat kecil.


Di sisi lain, pemerintah daerah melalui pejabat humas menyatakan bahwa kebijakan kenaikan PBB bertujuan meningkatkan pendapatan asli daerah untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Namun, mereka mengakui bahwa perlu ada evaluasi terhadap besaran kenaikan dan mekanisme sosialisasi agar tidak menimbulkan gejolak.


 Analisis Dampak dan Potensi Lanjutan


Kericuhan ini menunjukkan adanya jurang komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Kebijakan yang berpotensi memberatkan rakyat seharusnya dibarengi dialog terbuka dan penjelasan yang rinci. Tanpa itu, kebijakan sebesar apapun rawan memicu resistensi publik.


Jika tuntutan warga tidak segera direspons, potensi gelombang aksi lanjutan tetap terbuka. Bahkan, wacana mosi tidak percaya terhadap Bupati Sadewo mulai terdengar di kalangan sebagian anggota DPRD, yang menilai bahwa kebijakan ini menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.


 Kesimpulan: Pelajaran dari Pati


Demonstrasi di Kantor Bupati Pati menjadi pelajaran penting tentang arti komunikasi publik dalam pemerintahan. Kebijakan pajak, yang seharusnya menjadi instrumen pembangunan, justru bisa menjadi pemicu kerusuhan jika tidak disampaikan dan dikelola dengan tepat.


Hingga saat ini, situasi di Pati dilaporkan sudah lebih kondusif, namun ketegangan di akar masalah belum sepenuhnya hilang. Perlu langkah cepat dari pemerintah daerah untuk membuka dialog, melakukan evaluasi kebijakan, dan membangun kembali kepercayaan masyarakat. Tanpa itu, potensi bentrokan baru bisa muncul kapan saja.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama