Prabowo Bantah Isu Jauh dari Jokowi-SBY, Tegaskan Pemerintahannya Tak Tertutup Masukan

Presiden terpilih Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara mengenai isu yang selama ini beredar di ruang publik tentang hubungannya dengan dua mantan presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam forum resmi bersama para menteri, Prabowo menepis anggapan bahwa ia menjauh dari keduanya atau menjalankan pemerintahan tanpa campur tangan maupun masukan dari pemimpin sebelumnya.


Lebih dari sekadar klarifikasi, pernyataan ini menjadi sinyal kuat mengenai arah kepemimpinan Prabowo yang menekankan pentingnya kesinambungan pengalaman dan kebijaksanaan dari para pendahulunya. Dengan pendekatan terbuka terhadap masukan, Prabowo tampaknya ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak didasarkan pada ego personal, tetapi pada kolaborasi dan pembelajaran dari masa lalu.


Klarifikasi Isu: Tidak Ada Jurang Politik

Isu bahwa Prabowo tengah menjauh atau menjaga jarak politik dengan Jokowi maupun SBY mengemuka seiring berkembangnya dinamika politik pasca-Pemilu 2024. Apalagi, Prabowo sempat mendapat sorotan lantaran sejumlah keputusan politiknya dianggap sebagai bentuk penegasan kemandirian atau bahkan upaya ‘pembersihan’ dari pengaruh masa lalu.


Namun, dalam forum yang digelar bersama para menteri, Prabowo secara tegas membantah hal tersebut. Ia menekankan bahwa selama ini ia justru aktif meminta nasihat dan pandangan dari kedua tokoh tersebut. Menurutnya, sikap terbuka terhadap masukan dari mereka bukanlah bentuk ketergantungan, melainkan sikap bijak seorang pemimpin.


"Saya yang datang ke Pak Jokowi dan Pak SBY, saya yang meminta saran. Mereka tidak mencampuri. Tidak ada yang cawe-cawe," ujar Prabowo seperti dikutip dari pernyataannya di hadapan para pejabat negara.


Menakar Peran SBY: Ahli dalam Krisis

Salah satu pernyataan paling menarik dari Prabowo adalah pengakuannya akan peran penting SBY dalam menghadapi krisis, khususnya saat dunia diterpa krisis keuangan global pada tahun 2008. Prabowo memuji pendekatan SBY yang mampu membawa Indonesia keluar dari ancaman resesi saat itu.


Menurut Prabowo, pengalaman SBY dalam memimpin Indonesia selama dua periode menjadi aset yang sangat berharga. Bahkan, ia menyebut bahwa beberapa tim profesional dari era pemerintahan SBY kini kembali dimanfaatkan jasanya di pemerintahan baru.


“Timnya beliau, saya pekerjakan. Karena mereka punya pengalaman menghadapi krisis. Kita harus belajar dari yang sudah terbukti,” tegas Prabowo.


Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintahan Prabowo tidak sepenuhnya mengandalkan wajah-wajah baru, tetapi juga memberikan ruang bagi tokoh-tokoh berpengalaman yang dianggap kompeten dan memiliki rekam jejak keberhasilan.


Jokowi dan Konsistensi Pembangunan

Tidak hanya SBY, Prabowo juga memberi tempat penting bagi peran Jokowi dalam transisi kekuasaan. Selama masa kampanye hingga pasca-pemilihan, relasi antara Prabowo dan Jokowi menjadi sorotan tersendiri karena terlihat sangat harmonis. Bahkan, banyak pihak menilai bahwa Prabowo ingin melanjutkan sejumlah agenda strategis Jokowi, terutama di sektor infrastruktur dan transformasi digital.


Namun, harmonisasi itu menimbulkan spekulasi sebaliknya: apakah Jokowi akan menjadi figur dominan di balik layar pemerintahan? Apakah Prabowo hanya menjadi pelaksana lanjutan dari kebijakan Jokowi?


Menanggapi hal itu, Prabowo kembali menekankan bahwa meski ia terbuka terhadap masukan, keputusan akhir tetap berada di tangannya sebagai pemimpin negara. Ia mengakui menghormati pengalaman Jokowi yang sudah sepuluh tahun menjabat, dan menilai bahwa pengalaman seperti itu tidak bisa diabaikan begitu saja.


“Pak Jokowi dan Pak SBY masing-masing 10 tahun memimpin. Dua puluh tahun pengalaman gabungan. Kalau kita tidak mau belajar dari itu, namanya bodoh,” katanya dengan nada serius.


Pemerintahan Kolaboratif, Bukan Diktatoris

Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Prabowo dalam forum tersebut tampaknya bukan hanya ditujukan untuk menepis isu, tapi juga untuk membentuk persepsi publik bahwa pemerintahannya kelak akan bersifat kolaboratif, bukan diktatoris. Dengan membuka ruang bagi pendapat dari tokoh lintas era, Prabowo ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak dibangun di atas fondasi absolutisme.


Di sisi lain, Prabowo juga mengingatkan publik agar tidak menelan mentah-mentah isu yang beredar. Ia menilai bahwa narasi yang mencoba memecah relasinya dengan para mantan presiden hanya akan memperkeruh suasana dan menciptakan kesan seolah-olah terjadi perebutan pengaruh di balik layar pemerintahan.


Pernyataan Prabowo dalam forum terbuka ini bisa dibaca sebagai bentuk konsolidasi politik, sekaligus upaya untuk meredam potensi disharmoni di dalam tubuh pemerintahan yang tengah bersiap menjabat secara penuh.


Refleksi Kepemimpinan yang Rendah Hati

Satu hal yang menonjol dari pernyataan Prabowo adalah sikap kerendahan hatinya untuk mengakui bahwa ia tidak bisa memimpin sendirian. Dalam konteks politik Indonesia yang kerap dipenuhi ego dan perebutan dominasi, pernyataan ini terasa menyegarkan.


Dalam tradisi militer yang pernah ia geluti, Prabowo dikenal sebagai figur tegas dan disiplin. Namun dalam transisi politik ini, ia menunjukkan bahwa ketegasan tidak harus menutup ruang kolaborasi. Justru, ia menunjukkan bahwa karakter pemimpin modern bukanlah yang merasa paling tahu, tapi yang tahu kepada siapa harus belajar.


Kerendahan hati inilah yang dapat menjadi nilai tambah dalam memimpin negara dengan kompleksitas seperti Indonesia.


Penegasan Posisi: Siapa yang Memutuskan?

Meskipun terbuka terhadap masukan dari Jokowi dan SBY, Prabowo tetap menegaskan bahwa keputusan politik dan pemerintahan akan tetap berada di tangannya. Ia menyatakan bahwa sebagai pemimpin tertinggi negara, ia memiliki tanggung jawab penuh atas arah kebijakan dan pelaksanaannya.


“Saya yang minta masukan. Tapi saya juga yang putuskan,” tegasnya.


Pernyataan ini penting sebagai penanda bahwa pemerintahan Prabowo tidak akan berjalan dalam bayang-bayang siapa pun. Ia ingin masyarakat memahami bahwa bersikap terbuka tidak sama dengan bersikap lemah. Justru, keberanian untuk meminta saran adalah bentuk kekuatan seorang pemimpin.


Menepis Narasi Politik yang Memecah

Dengan berkembangnya wacana politik dan rumor yang kerap liar di media sosial, Prabowo tampaknya ingin memberikan penegasan yang jelas agar masyarakat tidak mudah terprovokasi. Ia menyayangkan berkembangnya narasi yang menyebut seolah-olah SBY dan Jokowi tengah bersaing untuk mendominasi pemerintahan Prabowo.


“Tidak ada itu. Semua kita rangkul, kita satukan,” ujarnya.


Prabowo mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak terjebak pada polarisasi masa lalu, dan mendorong semua pihak untuk fokus pada pembangunan dan kerja nyata. Ia menginginkan agar warisan baik dari pemerintahan sebelumnya bisa diteruskan, dengan tambahan inovasi dan karakter khas kepemimpinannya sendiri.


Penutup

Pernyataan terbuka Prabowo Subianto soal hubungannya dengan dua mantan presiden, SBY dan Jokowi, menjadi semacam deklarasi gaya kepemimpinannya ke depan. Ia menolak narasi bahwa dirinya berdiri sendirian atau memutus garis komunikasi dengan para pendahulu. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya masukan dan kebijaksanaan dari pemimpin-pemimpin sebelumnya sebagai modal dalam mengambil keputusan strategis.

Dengan pendekatan seperti ini, Prabowo sedang membangun fondasi pemerintahan yang tidak hanya kuat dari segi otoritas, tetapi juga matang secara pengalaman dan terbuka terhadap kolaborasi. Klarifikasi ini bisa jadi akan meredam berbagai spekulasi politik yang sempat berkembang, sekaligus memberi gambaran awal bahwa pemerintahan Prabowo bukanlah era pemutusan, melainkan era kesinambungan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama