Ironi Penangkapan Pemain Judi Online yang Rugikan Bandar, Sorotan Tajam dari Senayan
Penegakan hukum di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat setelah langkah Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menangkap lima orang pemain judi online pada 31 Juli 2025 menuai kritik tajam. Ironinya, kelima pemain ini bukan sekadar pelaku perjudian biasa, melainkan individu yang justru merugikan bandar judi melalui trik manipulasi sistem. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan publik: mengapa pihak kepolisian justru mengarahkan fokus pada pemain yang merugikan bandar, alih-alih mengusut bandar sebagai sumber masalah?
Sorotan tajam datang dari gedung parlemen, khususnya dari anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding. Legislator ini menilai langkah penegakan hukum tersebut terkesan paradoks. Baginya, dalam kasus perjudian, pihak yang seharusnya dikejar dan ditindak tegas adalah bandar sebagai pengendali sistem, bukan hanya pelaku yang berada di level bawah. Kritik ini mempertegas adanya jarak antara ekspektasi publik dan praktik penegakan hukum di lapangan.
Awal Mula Penangkapan dan Kronologi Kejadian
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang disampaikan kepada aparat Polda DIY. Informasi tersebut kemudian diproses oleh Subdit V Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY. Kasubdit V Siber, AKBP Slamet Riyanto, mengungkapkan bahwa laporan ini langsung ditindaklanjuti dengan kerja sama tim intelijen dan serangkaian pengumpulan bukti. Operasi yang dilakukan berjalan sesuai prosedur penyelidikan dan tidak mengacu pada permintaan pihak ketiga, termasuk bandar judi.
Lima tersangka yang diamankan diduga menjalankan skema untuk memanfaatkan celah pada sistem promosi situs judi online. Menurut keterangan Kompol Ardiansyah, mereka menggunakan puluhan hingga ratusan kartu SIM untuk mendaftar akun baru di platform judi online. Setiap akun baru mendapat bonus saldo atau promosi tertentu, yang dimanfaatkan untuk bermain tanpa modal besar. Bila menang, uang langsung ditarik; bila kalah, akun ditinggalkan, dan pelaku beralih membuat akun baru dengan identitas dan perangkat yang berbeda. Taktik ini dirancang untuk mengelabui sistem pelacakan IP address dan mekanisme promosi situs judi.
Bagi para tersangka, tindakan ini adalah cara untuk mendapatkan keuntungan finansial cepat. Namun, dari sudut pandang hukum, mereka tetap dikategorikan sebagai pelaku perjudian online yang melanggar undang-undang.
Sorotan DPR dan Pertanyaan Publik
Kritik paling keras datang dari Sarifuddin Sudding, yang melihat penangkapan ini sebagai cermin dari ketidakseimbangan fokus aparat dalam memberantas perjudian online. Menurutnya, tindakan Polda DIY menangkap pelaku yang justru merugikan bandar merupakan sebuah ironi yang sulit diterima akal sehat.
Ia menegaskan bahwa sumber masalah perjudian daring ada pada pengelola atau bandar yang menyediakan platform dan mengatur peredaran uang. Bandar memiliki jaringan luas, mengendalikan ribuan pemain, dan menjadi pihak yang paling diuntungkan. Karena itu, jika aparat hanya bergerak menangkap pemain, pemberantasan perjudian akan berjalan timpang dan tidak menyentuh akar persoalan.
Sorotan ini tidak hanya menyentuh aspek penegakan hukum, tetapi juga persepsi publik terhadap integritas aparat. Masyarakat mempertanyakan apakah langkah ini benar-benar murni penegakan hukum, atau ada kepentingan lain yang tidak terlihat di permukaan.
Bantahan Polda DIY terhadap Dugaan Keberpihakan
Menanggapi tudingan dan kritik tersebut, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY, AKBP Saprodin, memberikan klarifikasi tegas. Ia memastikan bahwa penanganan kasus ini sepenuhnya bebas dari campur tangan bandar judi. Tidak ada “titipan” kasus dari pihak manapun, termasuk bandar, dan semua langkah yang diambil merupakan tindak lanjut atas informasi masyarakat yang diverifikasi secara profesional.
Saprodin bahkan menyampaikan pernyataan yang cukup berani: jika dirinya sendiri melakukan tindakan bermain judi online, ia siap diproses secara hukum sebagaimana mestinya. Pernyataan ini dimaksudkan untuk menunjukkan komitmen Polda DIY terhadap integritas penegakan hukum, tanpa pandang bulu terhadap pelaku.
Kerangka Hukum dan Ancaman Sanksi
Kelima tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat yang berlaku untuk pelaku perjudian daring. Mereka dikenakan Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta Pasal 303 jo Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman hukuman tidak main-main. Jika terbukti bersalah, para pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 10 tahun, ditambah denda maksimal Rp10 miliar. Sanksi ini mencerminkan seriusnya pemerintah dalam menindak perjudian online, meskipun dalam kasus ini yang tertangkap adalah pihak yang merugikan bandar.
Ironi di Tengah Upaya Pemberantasan Judi Online
Penangkapan ini menimbulkan perdebatan lebih luas tentang arah kebijakan pemberantasan judi online di Indonesia. Pemerintah dan aparat kepolisian telah berulang kali menyatakan perang terhadap perjudian daring, namun fokus operasi masih sering diarahkan pada pelaku di tingkat bawah, sementara jaringan besar yang mengendalikan sistem sering kali sulit dijangkau atau bahkan tidak terjamah.
Bagi sebagian kalangan, kasus di Yogyakarta ini adalah contoh nyata dari fenomena tersebut. Bandar judi, dengan modal besar dan teknologi canggih, sering kali beroperasi dari luar negeri atau menggunakan server yang sulit dilacak. Sementara itu, pemain yang aksesnya lebih mudah dijangkau menjadi target penindakan yang cepat dan praktis.
Kritik publik juga muncul karena penangkapan ini seakan menimbulkan kesan bahwa aparat lebih sigap menindak kasus yang merugikan bandar ketimbang yang merugikan masyarakat luas. Dalam perspektif keadilan sosial, hal ini dapat memicu persepsi bahwa hukum tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan publik.
Dampak pada Kepercayaan Publik
Kepercayaan publik terhadap penegakan hukum adalah modal penting dalam menjaga ketertiban dan wibawa negara. Kasus ini, meski mungkin dimaksudkan sebagai upaya pemberantasan judi online, berpotensi mengikis kepercayaan tersebut. Sebab, masyarakat cenderung menilai hasil akhir dari proses hukum, bukan hanya niat atau prosedur yang dijalankan.
Jika aparat tidak mampu menunjukkan hasil nyata dalam menindak bandar besar, maka operasi terhadap pelaku kecil akan dipandang sebagai tindakan setengah hati. Akibatnya, rasa keadilan publik bisa terganggu, dan dukungan masyarakat terhadap program pemberantasan judi online bisa melemah.
Tantangan Penegakan Hukum terhadap Bandar Besar
Menindak bandar besar judi online bukanlah perkara mudah. Banyak bandar mengoperasikan server dari luar negeri, menggunakan jaringan pembayaran yang rumit, serta memiliki perlindungan dari oknum-oknum tertentu. Kerja sama lintas negara menjadi salah satu syarat penting untuk memutus rantai operasional mereka.
Namun, kendala teknis dan yuridis membuat proses ini berjalan lambat. Sementara itu, penindakan terhadap pemain di dalam negeri jauh lebih cepat dilakukan karena keberadaan mereka dapat diidentifikasi secara langsung melalui data digital dan pelacakan transaksi.
Kesimpulan: Antara Penegakan Hukum dan Persepsi Keadilan
Kasus penangkapan lima pemain judi online di Yogyakarta membuka perdebatan serius tentang prioritas dalam penegakan hukum. Dari sisi aparat, tindakan ini sesuai prosedur dan berdasarkan laporan masyarakat. Dari sisi DPR dan publik, langkah tersebut tampak ironis karena lebih mudah menindak pemain yang merugikan bandar ketimbang menangkap bandar itu sendiri.
Kedua perspektif ini mencerminkan tantangan besar dalam memerangi perjudian online di Indonesia. Di satu sisi, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, baik terhadap pemain maupun bandar. Di sisi lain, penegakan hukum harus mampu menjawab tuntutan publik dengan menyasar akar masalah, bukan hanya rantingnya.
Jika ke depan aparat mampu menindak bandar besar secara konsisten, kritik seperti ini mungkin akan berkurang. Namun, selama fokus operasi masih lebih banyak diarahkan pada pelaku kecil, ironi seperti kasus Yogyakarta akan terus menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak.
