Mahfud MD Semprot Rektor UGM: Jangan Terlalu Mati-Matian Bela Ijazah Jokowi
Isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat dan memantik perdebatan publik yang kian melebar. Di tengah polemik tersebut, Mahfud MD, tokoh senior yang dikenal vokal dalam menyuarakan pandangan politik dan hukum, melontarkan kritik tajam kepada Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ova Emilia. Ia meminta UGM tidak larut dalam pembelaan berlebihan terkait ijazah Jokowi yang terus dipersoalkan oleh sebagian kalangan.
Pernyataan Mahfud ini ia sampaikan melalui podcast di kanal YouTube Mahfud MD Official pada Rabu, 27 Agustus 2025. Dalam kesempatan itu, ia menyoroti bagaimana UGM telah melakukan klarifikasi resmi sebelumnya melalui kanal YouTube universitas mengenai proses penerimaan, perkuliahan, hingga kelulusan Jokowi sebagai mahasiswa UGM pada tahun 1985. Bagi Mahfud, klarifikasi tersebut sudah cukup sebagai jawaban institusi pendidikan, sehingga tidak perlu lagi diperpanjang dengan pernyataan lanjutan yang terkesan defensif.
Kritik Langsung untuk UGM
Mahfud MD secara lugas menyebut bahwa UGM seharusnya tidak ikut terlibat terlalu dalam dalam polemik politik yang muncul dari isu ini. Ia menegaskan bahwa universitas sebagai institusi akademik sudah memiliki batasan tugas dan perannya. Tanggung jawab UGM hanyalah sebatas menjelaskan fakta akademis: Jokowi pernah tercatat sebagai mahasiswa, menempuh perkuliahan, dan lulus dari UGM.
Ia bahkan menekankan dengan kalimat yang tegas, “Menurut saya, UGM sudahlah melakukan penjelasan itu cukup kemarin, jangan ikut lagi menjelaskan. Sudah cukup itu aja.” Pernyataan ini mengandung pesan bahwa universitas tidak perlu mengulang-ulang klarifikasi, apalagi sampai terlihat seolah sedang membela habis-habisan sosok tertentu.
Mahfud menilai, jika ada isu dugaan pemalsuan, penyalahgunaan dokumen, atau manipulasi terkait ijazah Jokowi, hal itu bukan lagi urusan UGM. Itu sudah masuk ranah hukum, politik, atau bahkan opini publik yang harus ditangani pihak berwenang. Dengan kata lain, universitas tidak sepatutnya diseret terus-menerus ke ranah kontroversi politik yang kerap emosional dan sarat kepentingan.
Posisi UGM dalam Polemik Ijazah
Sebelumnya, UGM memang sempat tampil ke publik untuk menegaskan kembali keaslian ijazah Jokowi. Pihak universitas menampilkan arsip akademik, data kelulusan, serta keterangan pejabat akademik yang menguatkan bahwa Jokowi adalah alumni sah. Langkah ini diambil karena polemik semakin ramai di masyarakat dan dianggap merugikan nama baik kampus.
Namun, respons yang berulang dari UGM rupanya memantik komentar Mahfud MD. Ia khawatir jika universitas terlalu sering angkat bicara, publik justru menilai ada “pembelaan berlebihan” yang bisa memperkeruh suasana. UGM, menurutnya, cukup berdiri pada fakta akademik yang sudah jelas, tanpa perlu masuk ke dalam arus opini yang liar di media sosial maupun arena politik.
Mahfud juga menekankan bahwa perguruan tinggi memiliki marwah dan reputasi yang harus dijaga. Jika terlalu sering terlibat dalam perdebatan politik praktis, UGM dikhawatirkan kehilangan objektivitas dan kredibilitasnya sebagai institusi ilmiah.
Pesan Penting Mahfud MD
Dari pernyataannya, setidaknya ada beberapa pesan kunci yang bisa ditangkap:
-
Klarifikasi UGM sudah cukup.
Mahfud menegaskan bahwa penjelasan resmi yang telah disampaikan sebelumnya sudah memenuhi kewajiban akademik universitas. Tidak perlu ada tambahan atau pembelaan baru. -
Ijazah adalah ranah akademik, bukan politik.
Tugas UGM hanya sampai memastikan legalitas akademis. Jika muncul tudingan atau polemik politik, itu bukan urusan kampus. -
Hindari sikap defensif berlebihan.
Mahfud mengingatkan bahwa universitas tidak boleh terlihat seolah sedang membela individu tertentu secara mati-matian. Hal itu justru dapat merugikan reputasi lembaga pendidikan. -
Biarkan hukum berjalan.
Jika ada pihak yang merasa ada pemalsuan atau pelanggaran, biarlah aparat penegak hukum yang memproses, bukan universitas.
Kontroversi yang Tak Kunjung Reda
Isu mengenai ijazah Jokowi sebenarnya sudah lama bergulir, bahkan sejak masa kampanye sebelum ia menjabat sebagai presiden. Namun, belakangan isu ini kembali memanas seiring maraknya unggahan di media sosial dan dorongan kelompok tertentu yang mempertanyakan keaslian dokumen pendidikan mantan presiden tersebut.
UGM sebagai almamater Jokowi kerap menjadi pihak yang ditanya dan diminta memberikan penjelasan. Sebagai universitas ternama yang menjaga kredibilitas akademiknya, UGM berulang kali menegaskan keaslian ijazah Jokowi. Namun, seperti kata Mahfud, klarifikasi berulang justru membuat kampus tampak berada di posisi defensif.
Di titik ini, kritik Mahfud bisa dimaknai sebagai seruan agar universitas tidak kehilangan fokus pada tugas utamanya, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Terjebak dalam debat politik jangka panjang justru bisa menggerus citra akademik yang telah lama dibangun.
Implikasi Bagi Dunia Pendidikan
Pernyataan Mahfud MD juga menyentuh dimensi yang lebih luas. Ia memberi peringatan tentang pentingnya menjaga jarak antara institusi pendidikan tinggi dan pusaran politik praktis. Kampus harus berdiri sebagai benteng ilmu pengetahuan, bukan menjadi alat legitimasi dalam konflik politik.
Bila universitas terus-menerus dipaksa memberi pembelaan atau komentar terhadap isu politik, dikhawatirkan akan terjadi preseden buruk. Institusi pendidikan bisa terseret dalam pusaran perdebatan yang bukan ranahnya, bahkan berpotensi kehilangan independensi.
Di sisi lain, kasus ini juga mencerminkan bagaimana politik di Indonesia sering kali menyeret aspek pribadi dan administratif menjadi isu besar. Ijazah yang sejatinya merupakan dokumen akademik, kini menjadi bahan polemik politik yang berkepanjangan.
Mengembalikan Marwah Akademik
Saran Mahfud MD sejatinya dapat dibaca sebagai upaya untuk mengembalikan marwah UGM dan dunia akademik. Dengan tidak ikut larut terlalu jauh, UGM dapat menjaga posisinya sebagai institusi yang netral, objektif, dan berwibawa.
Universitas memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak generasi penerus bangsa. Energi dan fokus utama seharusnya diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, riset, dan inovasi, bukan untuk terus menjawab isu politik yang cenderung tak ada habisnya.
Klarifikasi yang sudah dilakukan semestinya menjadi batas akhir peran UGM. Lebih dari itu, biarlah masyarakat dan aparat penegak hukum yang menilai dan menyelesaikan.
Kesimpulan
Pernyataan Mahfud MD yang menegur Rektor UGM terkait polemik ijazah Jokowi merupakan kritik yang menekankan pentingnya menjaga batas antara ranah akademik dan politik. UGM, menurutnya, telah menjalankan kewajiban dengan memberikan klarifikasi resmi. Tidak ada kebutuhan untuk melanjutkan pembelaan yang justru bisa memperkeruh keadaan dan merusak kredibilitas universitas.
Dalam pandangan Mahfud, tugas UGM sudah selesai. Bila ada pihak yang masih mempermasalahkan, itu adalah urusan di luar kampus. Pesan pentingnya: universitas harus berdiri tegak sebagai lembaga ilmiah yang netral, bukan sebagai bagian dari pertarungan politik yang penuh kepentingan.
Polemik ijazah Jokowi mungkin masih akan terus menjadi bahan perdebatan di ruang publik. Namun, universitas tidak perlu masuk terlalu dalam. Klarifikasi cukup sekali, lalu biarkan hukum dan fakta yang berbicara. Dengan cara itu, marwah akademik tetap terjaga, dan universitas tidak kehilangan fokus pada misi utamanya: mencerdaskan kehidupan bangsa.
