Demi Jaga Stabilitas Politik, Prabowo Dinilai Perlu Copot Orang Jokowi di Kabinet dan Hentikan Kebijakan Memberatkan
Gelombang demonstrasi yang merebak sejak akhir Agustus 2025 telah menjadi alarm besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kondisi politik yang semula relatif stabil kini mulai terguncang oleh ketidakpuasan publik terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan rakyat. Dalam situasi yang semakin kompleks ini, muncul desakan agar Prabowo mengambil langkah tegas demi mengamankan stabilitas politik dan menjaga keutuhan negara.
Salah satu suara yang cukup keras datang dari Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center. Menurutnya, ada dua langkah mendesak yang harus segera dilakukan Presiden Prabowo. Pertama, mencopot figur-figur menteri yang masih merepresentasikan era Jokowi dan dianggap tidak produktif. Kedua, menghentikan kebijakan-kebijakan yang justru menambah beban rakyat di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Demonstrasi Sebagai Tanda Peringatan Politik
Gelombang aksi protes publik yang dimulai pada 25 Agustus 2025 tidak bisa dipandang sebagai sekadar gejolak biasa. Ribuan masyarakat turun ke jalan, menyuarakan keresahan terhadap beban hidup yang kian berat. Harga kebutuhan pokok yang naik, beban ekonomi yang menekan, serta kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat menjadi pemicu utama.
Dalam iklim demokrasi, demonstrasi memang merupakan bagian dari ekspresi politik. Namun ketika gelombang ini terjadi secara masif, konsisten, dan berulang, jelas ada sesuatu yang tidak beres dalam manajemen pemerintahan. Bagi Prabowo, kondisi ini menjadi ujian awal kepemimpinannya. Sebagai presiden baru yang memimpin di tengah harapan besar, ia dituntut segera menunjukkan sikap tegas, tidak hanya demi meredam gejolak, tetapi juga untuk membangun kepercayaan publik.
Kritik Terhadap “Pola Mengasuh” Menteri Warisan Jokowi
Pangi menyoroti satu persoalan utama dalam kabinet saat ini, yakni masih banyaknya menteri yang merupakan warisan dari pemerintahan Jokowi. Menurutnya, kehadiran mereka tidak hanya menimbulkan ketidakefisienan, tetapi juga berpotensi menjadi beban politik.
Prabowo, kata Pangi, harus menghentikan pola “mengasuh” menteri-menteri era sebelumnya. Bukan soal personal semata, tetapi lebih kepada efektivitas kinerja. Kabinet seharusnya berisi figur-figur yang sejalan dengan visi besar Prabowo, bukan sekadar kompromi politik atau warisan yang sulit dilepaskan.
Jika kabinet masih diisi orang-orang yang tidak produktif, maka agenda besar kepemimpinan tidak akan berjalan optimal. Alih-alih memperkuat pemerintahan, figur-figur semacam ini justru berpotensi menghambat. Dalam situasi krisis, ketegasan dalam memilih orang yang tepat di posisi strategis adalah kunci.
Hentikan Kebijakan yang Memberatkan Rakyat
Selain masalah kabinet, kritik juga diarahkan pada kebijakan publik yang dinilai menyulitkan masyarakat. Pangi menegaskan, pemerintah harus segera menghentikan segala kebijakan yang tidak realistis dan justru memperburuk kondisi ekonomi rakyat.
Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai regulasi dianggap kontraproduktif. Alih-alih memberikan perlindungan atau stimulus, kebijakan tersebut malah menambah penderitaan. Rakyat yang sudah terhimpit dengan naiknya harga barang dan ketidakpastian ekonomi, kini menghadapi beban tambahan dari aturan yang tidak sensitif terhadap kondisi lapangan.
Prabowo perlu mengambil pendekatan berbeda. Stabilitas politik hanya bisa terjaga jika kebijakan publik berpihak pada rakyat. Membuka ruang dialog, menyerap aspirasi, serta memastikan regulasi benar-benar mengurangi beban hidup akan menjadi langkah yang jauh lebih bijaksana.
Stabilitas Politik Sebagai Fondasi Pemerintahan
Dalam sejarah politik Indonesia, stabilitas selalu menjadi kunci bagi keberhasilan pemerintahan. Gejolak sosial yang berlarut-larut seringkali membuka jalan bagi instabilitas yang lebih luas. Karena itu, desakan agar Prabowo segera mengambil langkah strategis tidak bisa dianggap remeh.
Stabilitas politik bukan hanya menyangkut soal keamanan dan ketertiban, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik. Masyarakat yang merasa diperhatikan dan dilindungi akan cenderung memberikan dukungan. Sebaliknya, jika mereka merasa dikhianati oleh kebijakan yang tidak adil, gelombang ketidakpuasan bisa semakin meluas.
Pemerintahan baru Prabowo berada di persimpangan penting. Menunjukkan keberanian mengambil keputusan tegas, meski mungkin tidak populer bagi sebagian kelompok politik, akan menentukan arah kepemimpinannya ke depan.
Tantangan Besar di Awal Pemerintahan
Prabowo menghadapi tantangan yang tidak kecil. Sebagai presiden, ia mewarisi beban struktural yang cukup kompleks dari pemerintahan sebelumnya. Mulai dari kondisi ekonomi yang rapuh, kebijakan yang sudah terlanjur berjalan, hingga konfigurasi politik yang masih menyisakan pengaruh besar mantan presiden Jokowi.
Namun, dalam dunia politik, kepemimpinan selalu diuji justru pada saat-saat sulit. Kemampuan membaca situasi, mengambil langkah strategis, serta berani bertanggung jawab menjadi ukuran sejati seorang pemimpin. Prabowo dituntut untuk membuktikan bahwa ia tidak hanya sekadar melanjutkan estafet kekuasaan, tetapi benar-benar menghadirkan terobosan bagi bangsa.
Menimbang Risiko dan Konsekuensi
Mencopot orang-orang Jokowi di kabinet tentu bukan perkara mudah. Ada risiko politik yang harus dihadapi, mulai dari resistensi internal hingga potensi pecahnya koalisi. Namun, jika keputusan itu dianggap penting demi efektivitas pemerintahan, Prabowo harus siap menanggung konsekuensinya.
Di sisi lain, mempertahankan status quo juga menyimpan bahaya. Ketika rakyat semakin kecewa, gelombang protes bisa menjadi ancaman serius bagi kelangsungan pemerintahan. Dalam situasi seperti ini, menunda keputusan hanya akan memperpanjang ketidakpastian.
Karena itu, pilihan ada di tangan Prabowo. Apakah ia akan berani mengambil langkah berisiko demi masa depan pemerintahannya, atau tetap bertahan dengan komposisi kabinet yang berpotensi melemahkan posisinya?
Pentingnya Komunikasi Politik yang Efektif
Selain tindakan nyata, komunikasi politik juga memegang peran penting. Kebijakan yang baik seringkali gagal dipahami publik karena buruknya komunikasi. Sebaliknya, kebijakan yang sulit pun bisa diterima jika disertai penjelasan yang jujur dan transparan.
Prabowo perlu memastikan bahwa setiap langkah politik dan kebijakan yang diambil dikomunikasikan secara efektif. Bukan dengan retorika kosong, melainkan dengan data, argumen, dan empati. Publik ingin merasakan bahwa pemerintah benar-benar hadir untuk mereka, bukan sekadar mengamankan kepentingan elit politik.
Jalan ke Depan
Rekomendasi yang disampaikan Pangi Syarwi Chaniago pada dasarnya menegaskan bahwa stabilitas politik hanya bisa dijaga dengan dua langkah fundamental: membenahi komposisi kabinet agar lebih solid dan menghentikan kebijakan yang memberatkan rakyat.
Dua hal ini bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Tanpa pembenahan, gejolak yang terjadi bisa semakin sulit dikendalikan. Sebaliknya, jika Prabowo mampu mengeksekusinya dengan baik, ia berpeluang besar memperkuat legitimasi dan membuka jalan bagi pemerintahan yang lebih stabil.
Penutup
Gelombang demonstrasi sejak Agustus 2025 adalah sinyal keras bagi pemerintah. Rakyat mengirimkan pesan bahwa mereka tidak bisa lagi menanggung beban kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan mereka. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto berada di titik krusial.
Dengan mencopot figur-figur kabinet yang tidak produktif dan menghentikan kebijakan yang menyulitkan, Prabowo bukan hanya menjaga stabilitas politik, tetapi juga membangun kembali kepercayaan publik. Keberanian untuk mengambil langkah tegas akan menentukan apakah kepemimpinannya mampu bertahan di tengah badai, atau justru terombang-ambing oleh tekanan zaman.
