Dedi Mulyadi Tegaskan Pemutihan Pajak Kendaraan Jabar Berakhir, Sanksi Menanti Penunggak
Program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) di Jawa Barat resmi berakhir pada 1 Oktober 2025. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa program yang sempat mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat ini tidak akan diperpanjang lagi. Sebagai gantinya, pemerintah provinsi menyiapkan mekanisme sanksi tegas bagi para penunggak pajak kendaraan. Keputusan ini menjadi perhatian publik karena menyangkut jutaan pemilik kendaraan bermotor di provinsi dengan jumlah kendaraan terbesar di Indonesia.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam latar belakang berakhirnya program pemutihan, dampaknya terhadap masyarakat, serta arah kebijakan baru yang tengah dipersiapkan oleh Pemprov Jabar.
Program Pemutihan yang Menjadi Sorotan
Program pemutihan pajak kendaraan sebenarnya bukan hal baru. Hampir setiap tahun, sejumlah pemerintah daerah di Indonesia meluncurkan kebijakan serupa sebagai stimulus agar masyarakat yang menunggak pajak kembali patuh membayar kewajiban mereka.
Di Jawa Barat, program ini diluncurkan pada 20 Maret 2025. Awalnya, pemutihan direncanakan hanya berlangsung hingga 6 Juni 2025. Namun karena antusiasme masyarakat begitu tinggi, pemerintah provinsi memutuskan memperpanjang masa berlaku hingga 30 September 2025.
Dalam program ini, masyarakat dibebaskan dari sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan pembayaran pajak kendaraan. Pemilik kendaraan cukup membayar pokok pajak sesuai ketentuan, tanpa tambahan beban. Langkah ini dinilai cukup berhasil meningkatkan kepatuhan, sebab banyak warga yang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melunasi tunggakan mereka.
Namun demikian, ketika masa perpanjangan habis, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program tersebut tidak akan lagi diperpanjang.
Alasan Tidak Diperpanjang
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi keputusan pemerintah provinsi untuk mengakhiri program pemutihan pajak kendaraan.
-
Kedisiplinan Wajib Pajak
Dedi Mulyadi menilai bahwa masyarakat perlu membangun budaya disiplin dalam membayar pajak kendaraan tepat waktu. Program pemutihan dianggap hanya memberikan keringanan sementara, tetapi berpotensi membuat sebagian masyarakat menunda-nunda pembayaran dengan harapan adanya pemutihan di tahun-tahun mendatang. -
Kepastian Regulasi
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar, Asep Supriatna, menjelaskan bahwa keputusan penghentian pemutihan sudah dituangkan dalam surat resmi bernomor 2085/KU.03.02/BAPENDA. Dengan demikian, sejak 1 Oktober 2025 seluruh aturan pajak kendaraan kembali berlaku penuh sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. -
Kebutuhan Anggaran Pembangunan
Dana dari pajak kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan daerah, terutama untuk infrastruktur jalan, perbaikan drainase, penerangan jalan umum, hingga pemasangan CCTV untuk keamanan. Dengan mengakhiri pemutihan, Pemprov Jabar berharap pendapatan daerah bisa lebih stabil dan tidak terganggu oleh perilaku menunda pembayaran pajak.
Sanksi bagi Penunggak
Langkah penting yang juga menjadi sorotan adalah rencana pemerintah untuk menerapkan sanksi tegas bagi penunggak pajak.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa masyarakat sudah diberi kesempatan cukup panjang untuk melunasi kewajiban pajak melalui program pemutihan. Dengan berakhirnya program ini, tidak ada lagi alasan untuk menunggak. Oleh karena itu, pemerintah akan mengambil tindakan yang lebih tegas.
Bentuk sanksi yang sedang dipertimbangkan meliputi:
-
Pengenaan kembali denda keterlambatan sesuai regulasi.
-
Pembatasan layanan administratif, seperti pengurusan STNK atau perpanjangan SIM, yang hanya dapat dilakukan jika pajak kendaraan sudah lunas.
-
Operasi gabungan kepolisian dan Bapenda di jalan raya untuk menindak kendaraan yang belum membayar pajak.
Dengan adanya sanksi, pemerintah berharap kepatuhan masyarakat akan meningkat dan penerimaan pajak kendaraan bisa lebih optimal.
Dampak Bagi Masyarakat
Keputusan menghentikan pemutihan pajak kendaraan ini tentu berdampak langsung kepada jutaan pemilik kendaraan di Jawa Barat. Ada beberapa sisi yang bisa dilihat dari kebijakan tersebut:
-
Bagi Wajib Pajak Patuh
Masyarakat yang selama ini rutin membayar pajak kendaraan tidak akan terlalu terpengaruh oleh berakhirnya pemutihan. Justru, mereka melihat kebijakan ini sebagai langkah adil karena tidak memberi keistimewaan berlebihan kepada penunggak pajak. -
Bagi Penunggak Pajak
Mereka yang masih memiliki tunggakan akan menghadapi konsekuensi berat. Tidak hanya harus melunasi pokok pajak, tetapi juga kembali dikenakan denda sesuai aturan. Jika tetap membandel, ada risiko terkena sanksi administratif maupun razia kendaraan. -
Bagi Pemerintah Daerah
Pendapatan daerah diharapkan meningkat lebih konsisten. Tanpa pemutihan, masyarakat akan lebih terdorong untuk membayar tepat waktu agar tidak terkena denda atau sanksi. Hal ini akan berdampak positif pada keberlangsungan pembangunan di Jawa Barat.
Skema Baru Pajak Kendaraan
Meski menutup pintu bagi pemutihan, pemerintah provinsi tidak tinggal diam. Dedi Mulyadi menyebutkan bahwa Pemprov Jabar sedang menyiapkan skema baru untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak kendaraan.
Beberapa kemungkinan kebijakan yang bisa diambil antara lain:
-
Digitalisasi layanan pajak kendaraan agar pembayaran lebih mudah dilakukan secara daring, termasuk melalui aplikasi dan bank mitra.
-
Pemberian insentif khusus untuk wajib pajak yang taat, misalnya berupa diskon kecil bagi mereka yang membayar sebelum jatuh tempo.
-
Integrasi data kendaraan dengan sistem kepolisian, sehingga memudahkan pelacakan kendaraan yang belum membayar pajak.
Jika skema baru ini berhasil diterapkan, Jawa Barat bisa menjadi contoh bagi provinsi lain dalam hal pengelolaan pajak kendaraan.
Pemutihan, antara Keringanan dan Kebiasaan Buruk
Dalam kacamata kebijakan publik, pemutihan pajak kendaraan memang memiliki dua sisi yang kontras.
-
Di satu sisi, pemutihan membantu masyarakat melunasi tunggakan tanpa beban denda. Hal ini bisa meningkatkan kepatuhan jangka pendek dan mendongkrak penerimaan pajak dalam periode tertentu.
-
Namun di sisi lain, kebijakan ini bisa memunculkan kebiasaan buruk di kalangan wajib pajak. Mereka mungkin memilih menunda pembayaran dengan harapan adanya pemutihan berikutnya. Akibatnya, kepatuhan jangka panjang justru melemah.
Karena itu, keputusan Pemprov Jabar untuk tidak memperpanjang pemutihan bisa dipandang sebagai langkah strategis untuk membangun budaya disiplin membayar pajak.
Tantangan ke Depan
Meski keputusan ini sudah final, tantangan besar masih menanti pemerintah daerah. Sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara masif agar tidak ada yang merasa kaget dengan kembalinya denda keterlambatan. Selain itu, penegakan sanksi harus dilakukan secara adil dan konsisten agar kebijakan ini benar-benar efektif.
Tantangan lainnya adalah membangun kesadaran masyarakat bahwa pajak kendaraan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan kontribusi nyata untuk pembangunan daerah. Jalan yang mulus, lampu penerangan yang terang, hingga keamanan lalu lintas, semuanya dibiayai dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat sendiri.
Penutup
Berakhirnya program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Jawa Barat menandai era baru dalam kebijakan fiskal daerah. Gubernur Dedi Mulyadi dengan tegas menyatakan tidak akan ada perpanjangan program serupa. Sebaliknya, masyarakat diminta membangun kedisiplinan membayar pajak tepat waktu.
Dengan adanya sanksi yang disiapkan, Pemprov Jabar berharap bisa mendorong kepatuhan lebih tinggi sekaligus meningkatkan penerimaan daerah untuk membiayai pembangunan.
Bagi masyarakat, keputusan ini bisa menjadi pengingat penting: pajak kendaraan bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bentuk partisipasi nyata dalam membangun Jawa Barat yang lebih baik.
