Survei Terbaru: Poltracking Indonesia Ungkap Potensi Nama Baru di Pusaran Pilpres 2029, Termasuk Dedi Mulyadi

 Survei Terbaru: Poltracking Indonesia Ungkap Potensi Nama Baru di Pusaran Pilpres 2029, Termasuk Dedi Mulyadi

Jakarta – Survei terbaru yang dilakukan oleh lembaga Poltracking Indonesia pada periode 3–10 Oktober 2025 menunjukkan gambaran yang menarik terkait persepsi publik terhadap calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjelang Pilpres 2029. Salah satu yang mencuri perhatian adalah munculnya nama Dedi Mulyadi sebagai figur potensial yang semakin dilirik publik, di samping figur‐mapan yang sejak lama menghuni benak warga seperti Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.


Metodologi Survei

Poltracking Indonesia menggunakan survei yang melibatkan 1.220 responden di seluruh Indonesia, dengan teknik multistage random sampling. Responden dipilih dari semua provinsi, mewakili pemilih berusia 17 tahun ke atas atau warga yang memiliki hak pilih. Margin of error dilaporkan sekitar ±2,9 % dengan tingkat kepercayaan 95 %. Format pertanyaan diberikan dalam tiga varian: (1) top of mind (pertanyaan terbuka tanpa opsi), (2) semi‐terbuka (responden diberikan beberapa opsi nama namun masih bisa menyebut sendiri), dan (3) simulasi daftar 10 nama.

Hasil untuk Capres: Prabowo Masih Unggul

Dalam pertanyaan top of mind untuk capres, Prabowo Subianto memuncaki daftar dengan 40,6 % responden menyebut namanya secara spontan. Di posisi kedua muncul Dedi Mulyadi dengan 9,1 %, kemudian Anies Baswedan 4,4 %, Gibran Rakabuming Raka 2,9 %, dan Ganjar Pranowo 1,7 %.

Ketika format berubah menjadi semi‐terbuka, persentase Prabowo melonjak menjadi 48,5 %, sedangkan Dedi Mulyadi naik ke 15,7 %, dan Anies Baswedan ke 6,3 %. Dalam simulasi 10 nama, Prabowo sedikit naik ke 49,1 %, Dedi Mulyadi menjadi 17,1 %, dan Anies Baswedan naik ke 6,9 %.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa dominasi Prabowo sebagai capres masih sangat kuat dalam benak publik. Namun, kenaikan persentase nama Dedi Mulyadi menunjukkan adanya kebangkitan atau peningkatan visibilitas figur alternatif di kancah politik nasional.

Hasil untuk Cawapres: Gibran Memimpin, Dedi Tembus Radar

Untuk posisi wakil presiden, survei menunjukkan bahwa Gibran Rakabuming Raka menduduki urutan teratas. Dalam format top of mind, Gibran meraih 28,7 % responden. Disusul Dedi Mulyadi dengan 6,1 %, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan 3,5 %.

Format semi‐terbuka memperlihatkan Gibran naik ke 37,0 %, Dedi Mulyadi ke 13,6 %, dan AHY ke 6,1 %. Dalam simulasi dengan daftar 10 nama, Gibran mencapai 39,8 %, Dedi Mulyadi 17,0 %, dan AHY 7,4 %.

Angka‐angka ini menegaskan bahwa Gibran memiliki posisi yang sangat kuat sebagai calon wakil presiden di mata publik. Sementara itu, Dedi Mulyadi kembali menunjukkan penguatan ketika opsi nama diperluas—menunjukkan bahwa publik semakin melihatnya sebagai pilihan yang layak dipertimbangkan untuk posisi cawapres.

Kenapa Nama Dedi Mulyadi Muncul dan Menguat?

Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa Dedi Mulyadi berhasil mencuri perhatian dalam survei ini:

  • Figur Publik yang Tumbuh: Dedi Mulyadi sebelumnya dikenal sebagai tokoh daerah yang pernah menjabat dan memiliki rekam jejak pemerintahan di tingkat lokal. Peningkatan visibilitas nasionalnya memungkinkan ia untuk memasuki radar publik yang biasanya dikuasai nama‐nama besar nasional.

  • Relatif Baru dalam Panggung Nasional: Karena bukan figur “core” yang terus‐menerus menghuni kancah capres/cawapres sejak lama, Dedi mendapat posisi sebagai opsi alternatif—yang dalam format survei dengan banyak nama cenderung mendapatkan keuntungan, karena responden mencari nama di luar figur “mainstream”.

  • Efek Format Pertanyaan: Hasil survei menunjukkan perbedaan signifikan antara format pertanyaan. Dalam format daftar nama yang lebih lengkap, Dedi melonjak dari ~9% ke ~17%. Hal ini memperlihatkan bahwa ketika publik diberi pilihan lebih banyak, nama‐nama selain yang sudah sangat terkenal punya kesempatan lebih besar untuk muncul.

Implikasi Politik dan Strategis

Hasil survei ini mempunyai beberapa implikasi penting dalam peta politik menjelang Pilpres 2029:

  • Dominasi Figur Mapan Belum Tergoyahkan
    Meskipun ada nama baru yang menguat, Prabowo Subianto tetap mendominasi sebagai nama capres dalam benak publik—baik dalam format terbuka maupun daftar nama. Artinya, bagi kampanye partai atau koalisi yang mendukungnya, posisi ini menjadi modal kuat.

  • Peluang Figur Alternatif
    Nama‐nama seperti Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa ada ruang dalam persaingan untuk figur alternatif yang mungkin menawarkan “warna baru” atau diferensiasi dari nama‐nama yang selama ini sudah dikenal publik luas. Bagi partai atau koalisi yang ingin menawarkan perubahan atau profil berbeda, figur semacam ini bisa menjadi aset strategis.

  • Posisi Gibran Sebagai Cawapres Kokoh
    Dengan persentase yang cukup jauh dari nama pesaingnya, Gibran Rakabuming Raka tampil sebagai figur dominan untuk posisi wakil. Bagi pasangan capres‐cawapres, memiliki nama kuat di posisi wakil bisa memperkuat daya tarik koalisi.

  • Pengaruh Format Survei Terhadap Persepsi Publik
    Hasil berbeda antara format terbuka dan daftar nama memperingatkan bahwa persepsi publik sangat dipengaruhi oleh bagaimana pertanyaan diajukan. Hal ini penting bagi tim kampanye yang melakukan riset internal karena hasil survei mereka bisa berbeda tergantung metodologi.

  • Waktu dan Dinamika Masih Panjang
    Meskipun hasil saat ini menggambarkan snapshot persepsi publik pada Oktober 2025, banyak hal bisa berubah dalam dua hingga tiga tahun menjelang Pilpres. Faktor seperti kinerja pemerintah, isu nasional dan global, kampanye, figur baru yang muncul, serta kejadian tak terduga dapat mengubah konfigurasi.

Catatan Penting Dalam Membaca Hasil Survei

Beberapa hal perlu diingat agar interpretasi hasil ini tidak berlebihan:

  • Survei ini mencakup persepsi publik, bukan hasil pemilihan resmi atau prediksi hasil akhir. Artinya, ia menunjukkan pengenalan dan “keinginan awal” publik terhadap figur, bukan komitmen pemilih pada saat pencoblosan.

  • Tidak semua figur atau nama disebutkan dalam survei. Hasil hanya mencerminkan nama‐nama yang muncul dalam opsi yang diberikan atau yang disebut spontan oleh responden. Nama lain yang tidak dimasukkan bisa saja memiliki potensi namun belum terukur dalam survei ini.

  • Survei tidak membedah alasan spesifik mengapa responden memilih atau menyebut nama tertentu—misalnya kinerja, citra, preferensi partai, identitas daerah—sehingga interpretasi harus hati‐hati.

  • Metodologi menentukan hasil. Perbedaan antara pertanyaan terbuka, semi‐terbuka, dan daftar nama menunjukkan bahwa hasil bisa berubah signifikan tergantung cara pengajuan pertanyaan.

Pandangan ke Depan

Dengan hanya sekitar tiga hingga empat tahun menuju Pilpres 2029, hasil survei ini memberikan gambaran awal dari arena politik yang semakin dinamis. Partai politik, koalisi, maupun figur individual harus menyadari bahwa:

  • Kepopuleran awal perlu dikonversi menjadi daya dukung yang konkret melalui kinerja, kampanye yang efektif, serta resonansi dengan isu‐isu publik yang relevan.

  • Figur alternatif atau “pendatang baru” seperti Dedi Mulyadi mungkin punya keuntungan dalam faktor kejutan atau pembaruan, namun mereka juga harus membuktikan kemampuan menjangkau pemilih luas, membangun jaringan nasional, dan mengkomunikasikan visi yang jelas.

  • Koalisi pilihan figur capres‐cawapres akan semakin penting—kombinasi antara popularitas, daya tarik generasi muda, kapasitas organisasi, dan kemampuan merangkul berbagai segmen pemilih akan menjadi kunci.

  • Survei akan terus menjadi alat penting untuk memantau dinamika persepsi publik. Namun, survei hanyalah salah satu indikator di antara banyak variabel yang akan menentukan hasil pemilihan—seperti isu eksternal ekonomi, kredibilitas pemerintahan saat ini, hingga faktor personal figur.

Kesimpulan

Survei Poltracking Oktober 2025 menghadirkan hasil yang cukup signifikan: dominasi Prabowo Subianto sebagai figur capres tetap tidak tergoyahkan dalam benak publik, sementara Dedi Mulyadi naik sebagai nama alternatif yang layak diperhitungkan. Di sisi wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka menempati posisi unggul secara konsisten.

Meskipun demikian, hasil ini harus dilihat sebagai gambaran awal dari dinamika politik yang akan terus berkembang menuju Pilpres 2029. Figur‐figur yang sekarang populer bisa saja melemah atau justru memperkuat posisi mereka tergantung bagaimana mereka bergerak dan bagaimana kondisi politik nasional berevolusi.

Bagi pemilih, pengamat, dan partai politik, survei ini menjadi salah satu petunjuk penting—bahwa proses politik bukan hanya soal siapa yang dikenal, tetapi siapa yang mampu mempertahankan dan meningkatkan relevansi, performa, dan koneksi dengan publik. Dan bagi nama‐nama alternatif seperti Dedi Mulyadi, ini adalah kesempatan untuk ditetapkan sebagai “pemain” penting di panggung nasional—jika mampu memanfaatkannya dengan strategi yang tepat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama