Dedi Mulyadi Imbau Warga Bekasi Jaga Sungai dan Rawa untuk Cegah Banjir

 

Dedi Mulyadi Imbau Warga Bekasi Jaga Sungai dan Rawa untuk Cegah Banjir

Banjir masih menjadi ancaman yang terus menghantui masyarakat Bekasi dan wilayah sekitarnya. Setiap musim hujan tiba, aliran air yang tak terkendali kerap meluap dan menenggelamkan permukiman warga. Kondisi ini bukan hanya menimbulkan kerugian materi, tetapi juga menyisakan trauma bagi masyarakat yang sudah berkali-kali menghadapi bencana serupa. Menyikapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa Kang Dedi kembali menegaskan pentingnya menjaga ekosistem sungai dan rawa agar banjir tidak terus berulang.



Seruannya kali ini bukan sekadar imbauan umum, melainkan sebuah ajakan konkret kepada warga, pemerintah daerah, dan semua pihak terkait untuk bersama-sama mengembalikan fungsi alami lingkungan. Ia menekankan bahwa pencegahan banjir tidak cukup hanya dengan membangun infrastruktur, tetapi harus dilakukan dengan pemulihan ekosistem yang selama ini banyak terabaikan.


Sungai dan Rawa, Penjaga Alam yang Terlupakan

Dalam pandangan Dedi Mulyadi, sungai dan rawa adalah bagian penting dari sistem ekologis yang selama ini menjadi pelindung alami dari banjir. Sungai berfungsi sebagai jalur utama aliran air, sementara rawa dan danau menjadi area penampung ketika debit air meningkat. Namun, seiring perkembangan kota dan maraknya pembangunan, fungsi vital ini semakin tergerus.

Di Bekasi, banyak rawa yang dulunya berfungsi sebagai tempat resapan kini sudah berganti menjadi kawasan perumahan atau industri. Sementara itu, bantaran sungai kerap dipadati bangunan liar yang menghambat aliran air. Akibatnya, setiap kali hujan deras turun, air tidak lagi memiliki ruang untuk mengalir atau tertampung, melainkan langsung meluap ke permukiman warga.

Menurut Dedi, masalah banjir bukan hanya soal curah hujan tinggi, tetapi juga dampak dari perubahan tata ruang yang tidak sejalan dengan prinsip ekologis. Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya mengembalikan fungsi sungai, rawa, dan kawasan resapan sebagai bagian dari strategi jangka panjang mencegah banjir.


Normalisasi Sungai Sebagai Langkah Mendesak

Salah satu langkah yang menjadi fokus Kang Dedi adalah normalisasi sungai. Ia menyebutkan bahwa wilayah yang sungainya sudah dinormalisasi cenderung lebih aman dari ancaman banjir, sedangkan daerah yang belum menuntaskan pekerjaan ini masih sering kebanjiran.

Normalisasi tidak sekadar memperlebar jalur sungai, tetapi juga memastikan alirannya lancar tanpa hambatan. Endapan lumpur, sampah, dan bangunan liar yang menghalangi aliran air harus segera ditangani. Kang Dedi menekankan bahwa pekerjaan ini tidak bisa ditunda, sebab semakin lama dibiarkan, risiko banjir akan semakin besar.

Selain normalisasi, ia juga menekankan perlunya rehabilitasi lahan kritis di sekitar sungai. Penanaman kembali pohon-pohon penahan air, penghijauan bantaran, serta pemulihan daerah tangkapan air menjadi bagian yang tak kalah penting dari program mitigasi banjir.


Peran Warga dalam Menjaga Lingkungan

Dalam seruannya, Dedi Mulyadi tidak hanya menyasar pemerintah daerah, tetapi juga melibatkan warga sebagai garda terdepan. Menurutnya, partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya pencegahan banjir.

Warga diimbau untuk tidak membuang sampah ke sungai, karena sampah adalah penyebab utama tersumbatnya aliran air. Selain itu, mereka juga diminta ikut mengawasi adanya pembangunan liar di bantaran sungai atau kawasan resapan air. Jika menemukan pelanggaran tata ruang, masyarakat didorong untuk segera melaporkannya agar dapat ditindaklanjuti.

Lebih jauh, Dedi juga mengajak warga untuk ikut serta dalam program penghijauan. Menanam pohon, merawat rawa, serta menjaga sawah dan ladang agar tetap berfungsi sebagai daerah resapan air menjadi langkah kecil yang memberi dampak besar. Baginya, menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban bersama.


Kritik untuk Pemimpin Daerah

Kang Dedi juga menyoroti peran pemimpin daerah yang dianggapnya memiliki andil besar dalam mengatasi banjir. Ia menyebut bahwa banyak kepala daerah yang belum tegas dalam menindak alih fungsi lahan di kawasan resapan air. Padahal, jika kebijakan tata ruang ditegakkan dengan benar, potensi banjir bisa dikurangi secara signifikan.

Dalam pesannya, ia menggunakan filosofi “urat batu dan urat air”. Pemimpin daerah diharapkan memiliki sikap seperti batu—tegas dalam penegakan aturan—namun juga seperti air yang menyejukkan, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Filosofi ini menjadi panduan agar kebijakan lingkungan dapat diterapkan dengan bijak, tidak hanya mengandalkan ketegasan tetapi juga memperhatikan aspek sosial masyarakat.


Pemulihan Rawa dan Polder sebagai Solusi

Selain normalisasi sungai, pemulihan rawa juga menjadi poin penting yang digarisbawahi Dedi Mulyadi. Menurutnya, rawa seharusnya tidak dianggap sebagai lahan kosong yang bisa bebas dialihfungsikan, melainkan sebagai benteng alami untuk menampung air hujan.

Ia juga menyoroti keberadaan polder—sistem pengendali banjir buatan—yang selama ini sering tidak berfungsi maksimal karena pengerjaannya tidak sesuai standar. Bagi Dedi, solusi terbaik bukan hanya mengandalkan polder, tetapi juga memaksimalkan peran rawa dan danau yang terbentuk secara alami. Dengan begitu, sistem pengendalian air akan berjalan lebih seimbang.


Dialog dengan Warga Terdampak

Tidak dapat dipungkiri, upaya penertiban dan normalisasi sungai sering kali bersinggungan dengan kepentingan warga, terutama mereka yang sudah lama tinggal di bantaran sungai. Menyadari hal ini, Dedi Mulyadi menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat yang terdampak kebijakan pembongkaran bangunan liar.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh sekadar merelokasi tanpa solusi. Harus ada dialog terbuka dengan warga untuk mencari jalan keluar yang tidak merugikan mereka. Prinsip kemanusiaan harus tetap dipegang dalam setiap kebijakan penataan ruang.


Pesan Khusus untuk Bekasi

Bekasi menjadi salah satu wilayah yang paling sering terdampak banjir di Jawa Barat. Karena itu, Dedi Mulyadi memberikan perhatian khusus bagi kota dan kabupaten ini. Ia meminta Wali Kota dan Bupati Bekasi untuk segera mengambil langkah nyata, mulai dari normalisasi sungai, pemulihan rawa, hingga penghentian alih fungsi lahan.

Menurutnya, tidak ada alasan untuk menunda, karena kondisi banjir di Bekasi sudah terlalu lama menjadi masalah kronis. Jika tidak segera ditangani, kerugian sosial dan ekonomi akan terus menumpuk.


Menuju Gerakan Bersama

Seruan Dedi Mulyadi sejatinya bukan hanya peringatan, melainkan ajakan untuk bergerak bersama. Ia ingin mengembalikan kesadaran bahwa banjir bukan sekadar masalah alam, tetapi juga akibat ulah manusia yang mengabaikan keseimbangan ekosistem.

Dengan menjaga sungai, merawat rawa, serta menegakkan aturan tata ruang, banjir dapat dicegah. Namun, semua itu hanya akan berhasil jika ada sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Bekasi bisa menjadi contoh perubahan, asalkan semua pihak benar-benar berkomitmen menjaga lingkungan.


Kesimpulan

Pencegahan banjir bukanlah pekerjaan instan. Butuh waktu, keseriusan, dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Dedi Mulyadi dengan tegas mengingatkan bahwa sungai, rawa, sawah, dan daerah resapan air adalah aset ekologis yang harus dilestarikan. Tanpa itu semua, Bekasi dan wilayah sekitarnya akan terus dikepung banjir setiap musim hujan.

Imbauannya kepada warga dan pemimpin daerah bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan sebuah ajakan untuk menyelamatkan masa depan. Dengan menjaga sungai dan rawa, masyarakat tidak hanya melindungi diri dari banjir, tetapi juga mewariskan lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama