Di Hadapan Dedi Mulyadi, Wali Kota Cirebon Putuskan Turunkan Lagi Pajak 1.000 Persen Mulai 2026
Kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Cirebon menjadi sorotan publik dalam beberapa minggu terakhir. Kenaikan yang mencapai hingga 1.000 persen itu memicu gelombang keluhan dari warga, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Situasi ini akhirnya memunculkan langkah cepat dari Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, yang di hadapan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan akan menurunkan kembali tarif pajak tersebut mulai tahun 2026.
Langkah ini bukan hanya bentuk respons terhadap keresahan masyarakat, tetapi juga sinyal bahwa pemerintah daerah berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pendapatan daerah dan kemampuan warga dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Kisah di balik kebijakan ini memperlihatkan dinamika pengambilan keputusan di tingkat daerah, serta peran komunikasi publik dalam menjaga kepercayaan.
Awal Mula Kenaikan 1.000 Persen
Kenaikan PBB-P2 yang membuat heboh warga Cirebon sebenarnya bukanlah keputusan yang diambil pada masa kepemimpinan Effendi Edo. Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut berasal dari keputusan Penjabat (Pj) Wali Kota Cirebon pada tahun 2024, sebelum dirinya menjabat. Pada saat itu, dasar kebijakan kenaikan pajak disebut mengacu pada penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP) yang sudah lama tidak diperbarui, sehingga lonjakan persentase menjadi sangat besar ketika pembaruan dilakukan sekaligus.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berdampak signifikan terhadap kemampuan bayar warga. Banyak keluarga mendapati tagihan PBB mereka melonjak berkali-kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Beberapa laporan menyebutkan ada warga yang kaget ketika jumlah yang biasanya ratusan ribu rupiah berubah menjadi jutaan rupiah hanya dalam setahun.
Respons Cepat dari Wali Kota Effendi Edo
Saat pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat, Effendi menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menaikkan pajak sebesar itu. Ia berkata, “Tidak naikin,” untuk menegaskan posisinya. Meski demikian, ia tidak serta-merta menyalahkan kebijakan sebelumnya. Effendi memilih untuk melakukan evaluasi menyeluruh agar kebijakan pajak di Cirebon tetap adil sekaligus dapat menopang kebutuhan pembangunan.
Keputusan untuk meninjau ulang tarif PBB-P2 diambil dengan mempertimbangkan dua hal utama: kondisi ekonomi masyarakat pasca pandemi dan kebutuhan menjaga penerimaan daerah agar pelayanan publik tetap berjalan. Effendi menyadari bahwa penurunan tarif akan berdampak pada pendapatan daerah, tetapi ia menilai keberpihakan pada rakyat adalah prioritas.
Momen Pertemuan dengan Dedi Mulyadi
Pertemuan antara Effendi Edo dan Dedi Mulyadi berlangsung hangat namun penuh pembahasan serius. Di hadapan Dedi, Effendi menyampaikan rencana untuk menurunkan kembali besaran PBB-P2, dengan target implementasi pada tahun 2026. Keputusan ini mendapat apresiasi dari Gubernur Jawa Barat, yang menilai keberanian Effendi mengambil langkah pro-rakyat layak dicontoh.
Dedi sendiri meminta masyarakat untuk tidak lagi merasa resah atau khawatir berlebihan. Ia menegaskan bahwa langkah pemerintah kota adalah bentuk tanggung jawab sekaligus komitmen untuk mendengarkan aspirasi warganya. Dalam kesempatan itu, Dedi juga memberikan dukungan penuh agar proses evaluasi berjalan lancar dan kebijakan baru bisa diimplementasikan tepat waktu.
Rencana Penurunan dan Tahapan Implementasi
Penurunan tarif pajak yang diumumkan Effendi bukan sekadar janji spontan, tetapi direncanakan melalui tahapan evaluasi dan penyesuaian regulasi. Mengembalikan tarif PBB-P2 ke besaran sebelum kenaikan 1.000 persen membutuhkan proses administrasi, penyesuaian peraturan daerah, serta koordinasi lintas dinas.
Tahapan yang direncanakan meliputi:
Evaluasi Dasar Kenaikan
Pemerintah Kota Cirebon akan mengkaji ulang perhitungan NJOP yang digunakan sebagai dasar penetapan tarif. Kajian ini melibatkan data nilai tanah dan bangunan terbaru, serta mempertimbangkan perbedaan kondisi ekonomi antar wilayah kelurahan.
Simulasi Tarif Baru
Setelah evaluasi, pemerintah akan membuat simulasi tarif pajak baru yang lebih realistis dan sesuai kemampuan bayar warga.
Pembahasan dengan DPRD
Hasil evaluasi akan dibawa ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan dalam peraturan daerah baru.
Sosialisasi ke Masyarakat
Penurunan tarif akan diumumkan secara luas agar warga mengetahui perubahan dan dapat menyesuaikan perencanaan keuangan rumah tangga.
Penerapan Mulai 2026
Penurunan tarif akan berlaku efektif pada tahun 2026, sehingga warga dapat membayar PBB dengan tarif yang lebih wajar.
Reaksi Masyarakat
Pengumuman penurunan tarif pajak disambut lega oleh warga. Banyak yang mengaku keberatan dengan tarif baru yang melonjak drastis. Beberapa warga bahkan menunda pembayaran PBB karena harus memprioritaskan kebutuhan pokok. Kabar bahwa tarif akan dikembalikan ke besaran semula memberikan harapan baru, meski mereka harus menunggu hingga dua tahun lagi.
Di sisi lain, ada pula warga yang berharap penurunan tarif bisa dipercepat, mengingat beban ekonomi saat ini masih berat. Namun, pemerintah kota menjelaskan bahwa proses administrasi dan penyesuaian regulasi memang membutuhkan waktu agar kebijakan dapat dilaksanakan tanpa menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Tantangan Pemerintah Kota
Menurunkan tarif pajak berarti mengurangi potensi pendapatan daerah. Pemerintah Kota Cirebon harus mencari cara untuk menutup kekurangan tersebut tanpa mengorbankan layanan publik. Alternatif yang tengah dipertimbangkan antara lain peningkatan efisiensi belanja daerah, optimalisasi pajak dan retribusi lain yang tidak memberatkan masyarakat, serta mendorong investasi untuk meningkatkan basis pajak di masa depan.
Effendi menegaskan bahwa tantangan ini akan dihadapi dengan strategi yang matang. Ia berkomitmen menjaga kualitas layanan publik, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur, meski ada penyesuaian dalam pendapatan.
Pesan Moral dari Keputusan Ini
Kisah ini menunjukkan bahwa kebijakan publik tidak hanya soal angka dan regulasi, tetapi juga soal rasa keadilan. Dalam konteks Cirebon, kenaikan pajak yang terlalu tinggi langsung terasa di kantong warga, dan pemerintah daerah harus cepat merespons agar kepercayaan masyarakat tidak runtuh.
Langkah Effendi Edo menurunkan tarif pajak, meski akan berlaku dua tahun kemudian, mencerminkan prinsip kepemimpinan yang mendengarkan aspirasi dan berani mengambil keputusan sulit. Dukungan dari Dedi Mulyadi memperkuat pesan bahwa kebijakan pro-rakyat akan selalu mendapat tempat di hati masyarakat.
Penutup
Kontroversi kenaikan PBB-P2 hingga 1.000 persen di Cirebon menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Kenaikan pajak, meski dimaksudkan untuk menyesuaikan nilai aset dan meningkatkan pendapatan daerah, harus diimbangi dengan pertimbangan kemampuan bayar warga. Transparansi, komunikasi yang baik, dan keberanian untuk mengevaluasi kebijakan adalah kunci menjaga stabilitas sosial dan kepercayaan publik.
Mulai 2026, warga Cirebon akan kembali membayar PBB dengan tarif yang lebih wajar. Meski perjalanan menuju perubahan ini membutuhkan waktu dan proses yang panjang, keputusan tersebut memberi harapan bahwa pemerintah tetap berpihak pada kepentingan rakyat.
Ke depan, tantangan masih menanti, tetapi dengan komitmen dan kerja sama antara pemerintah, DPRD, dan masyarakat, kebijakan yang adil dan berkelanjutan dapat diwujudkan. Bagi warga Cirebon, ini bukan hanya tentang angka di tagihan pajak, tetapi juga tentang kepastian bahwa suara mereka didengar dan dihargai.
