Protes Keras PBB Jombang Naik 1.202 Persen, Warga Bayar Pakai Koin Recehan

 Protes Keras PBB Jombang Naik 1.202 Persen, Warga Bayar Pakai Koin Recehan



Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, tahun 2024 telah memicu gelombang protes besar dari masyarakat. Lonjakan tarif pajak yang pada beberapa kasus mencapai 1.202 persen membuat banyak warga keberatan, bahkan melahirkan aksi protes unik seperti membayar pajak menggunakan koin recehan. Fenomena ini tidak hanya menyoroti masalah ketidakselarasan penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan kondisi di lapangan, tetapi juga memperlihatkan keresahan sosial akibat beban pajak yang dianggap tidak wajar.


Lonjakan Drastis hingga Ribuan Persen


Sejak awal tahun, Bapenda Jombang memberlakukan tarif PBB P2 yang baru, berdasarkan penyesuaian NJOP dari hasil survei tim appraisal independen tahun 2022. Dari sekitar 700 ribu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan, separuhnya mengalami kenaikan tarif. Bahkan, untuk sejumlah objek pajak, lonjakan tarifnya mencapai angka mencengangkan, yakni 1.202 persen.


Kenaikan ekstrem ini membuat tagihan pajak yang sebelumnya masih tergolong ringan, melonjak menjadi beban besar bagi pemilik tanah dan bangunan. Banyak warga yang sebelumnya hanya membayar ratusan ribu rupiah per tahun, kini dihadapkan pada tagihan jutaan rupiah. Kondisi ini menjadi beban berat, terutama bagi mereka yang penghasilannya terbatas dan tidak mengalami peningkatan nilai ekonomi yang signifikan dari aset yang dimiliki.


Ribuan Warga Ajukan Keberatan


Reaksi warga terhadap kebijakan ini pun cukup masif. Sepanjang tahun 2025 saja, tercatat lebih dari 5.000 warga mengajukan permohonan keringanan atau keberatan kepada Bapenda Jombang. Proses pengajuan keberatan ini dilakukan secara resmi dengan membawa SPPT, mengisi formulir, dan menunggu hasil rapat pleno penentuan keputusan.


Bukan hanya itu, pada tahun sebelumnya, 2024, jumlah pengajuan keberatan bahkan lebih tinggi. Sekitar 11.000 permohonan masuk ke Bapenda, yang menunjukkan bahwa masalah ini bukan sekadar insiden tahun berjalan, tetapi sudah menjadi persoalan yang berlangsung setidaknya dua tahun terakhir. Lonjakan PBB P2 yang besar ini memaksa banyak keluarga memutar otak untuk mencari cara memenuhi kewajiban pajak mereka.


Kisah Warga yang Terdampak


Beberapa kisah warga Jombang yang terdampak kenaikan tarif PBB P2 menjadi sorotan publik. Salah satunya adalah Heri Dwi Cahyono, pria berusia 61 tahun. Tagihan pajaknya untuk rumah dan tanah di satu lokasi naik dari Rp 292.631 pada tahun 2023 menjadi Rp 2.314.768 pada tahun 2024, atau melonjak hingga 791 persen. Untuk tanahnya yang lain, kenaikan bahkan mencapai 1.202 persen, dari Rp 96.979 menjadi Rp 1.166.209.


Contoh lain adalah Joko Fattah Rochim, warga berusia 63 tahun, yang melakukan aksi protes unik. Ia membayar PBB P2 menggunakan koin recehan yang disimpan dalam sebuah galon air mineral. Tagihan pajaknya sendiri naik dari Rp 334.178 menjadi Rp 1.238.428, atau sekitar 370 persen. Aksi Joko ini menjadi simbol keresahan warga, karena selain sulit mengumpulkan uang sebesar itu, metode pembayaran dengan koin juga merepotkan petugas. Namun, menurutnya, ini adalah cara untuk menunjukkan betapa beratnya beban yang harus ia tanggung.


Penyebab Lonjakan: Data NJOP yang Tidak Akurat


Menurut penjelasan Kepala Bapenda Jombang, Hartono, kenaikan tarif PBB P2 ini disebabkan oleh penyesuaian NJOP yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak. Data NJOP tersebut merupakan hasil survei tim appraisal independen pada tahun 2022. Masalahnya, survei tersebut dinilai banyak warga tidak mencerminkan kondisi riil harga tanah dan bangunan di Jombang.


Penetapan NJOP yang terlalu tinggi membuat tarif pajak ikut melambung. Meskipun penyesuaian NJOP secara prinsip dilakukan untuk menyesuaikan nilai pajak dengan harga pasar yang berlaku, penerapannya di Jombang justru menimbulkan ketidakpuasan dan beban yang tidak proporsional bagi sebagian besar warga.


Respon Pemerintah Daerah


Pemerintah daerah melalui Bapenda mengaku memahami keluhan warga. Oleh karena itu, mereka membuka jalur keberatan resmi. Warga yang merasa keberatan bisa datang ke kantor Bapenda dengan membawa SPPT dan dokumen pendukung untuk mengajukan keringanan. Setiap permohonan akan dibahas dalam rapat pleno, dan keputusan akan disampaikan kepada warga setelah proses tersebut selesai.


Dari 700 ribu SPPT yang diterbitkan tahun ini, Bapenda mengklaim bahwa kenaikan hanya terjadi pada sekitar setengahnya. Sementara sisanya, justru mengalami penurunan tarif PBB P2. Meski begitu, fakta bahwa ada objek pajak yang naik hingga ribuan persen tetap menjadi fokus kritik dari masyarakat.


Rencana Perbaikan


Untuk mengatasi masalah ini, Bapenda Jombang bersama pemerintah desa telah melakukan pendataan ulang NJOP yang selesai pada November 2024. Namun, perubahan ini baru bisa diterapkan pada tahun 2026. Artinya, tarif PBB P2 tahun 2025 masih menggunakan data lama yang sudah menuai banyak protes.


Pendataan ulang ini diharapkan bisa menghasilkan angka NJOP yang lebih akurat dan sesuai kondisi lapangan. Dengan begitu, tarif pajak yang dikenakan di masa mendatang diharapkan lebih adil dan tidak lagi memicu protes massal.


Protes dalam Bentuk Kreatif dan Simbolis


Aksi warga yang membayar pajak menggunakan koin recehan menjadi salah satu bentuk protes kreatif yang menarik perhatian media dan publik. Meski secara nominal sama, cara pembayaran ini memiliki pesan simbolis: warga merasa dipaksa mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk memenuhi kewajiban pajak yang membengkak secara tiba-tiba.


Beberapa pihak menilai aksi ini sebagai kritik yang efektif, karena mengundang simpati masyarakat luas dan memaksa pemerintah daerah untuk memberi perhatian serius pada keluhan warganya.


Implikasi Sosial dan Ekonomi


Kenaikan PBB P2 yang besar ini memiliki dampak lebih luas dari sekadar angka tagihan pajak. Di sisi sosial, hal ini menimbulkan keresahan, menurunkan kepercayaan warga terhadap pemerintah daerah, dan berpotensi memicu ketegangan antara masyarakat dan aparat. Di sisi ekonomi, beban pajak yang terlalu tinggi dapat mengurangi daya beli warga, terutama bagi mereka yang harus mengorbankan kebutuhan lain untuk membayar pajak.


Jika tidak segera ditangani dengan solusi yang memadai, masalah ini bisa menimbulkan efek domino. Misalnya, warga menunda pembayaran pajak, meningkatnya tunggakan, hingga potensi sengketa pajak yang lebih besar di masa depan.


Penutup


Kasus kenaikan PBB P2 di Jombang menjadi pelajaran penting tentang pentingnya keakuratan data dalam penetapan tarif pajak. Penyesuaian NJOP yang tidak sesuai realitas dapat menimbulkan gejolak besar di masyarakat, bahkan memicu aksi protes kreatif seperti membayar pajak dengan koin recehan.


Masyarakat berharap, pendataan ulang NJOP yang telah dilakukan dapat membawa perbaikan signifikan mulai tahun 2026, sehingga tarif pajak bisa lebih proporsional, adil, dan tidak lagi membebani secara berlebihan. Hingga saat itu tiba, jalur keberatan dan keringanan pajak menjadi satu-satunya harapan warga untuk meringankan beban yang mereka tanggung saat ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama