Serikat Pekerja Akan Usulkan Pemakzulan Dedi Mulyadi ke DPRD Jabar, Imbas Larangan Study Tour
Gelombang penolakan terhadap kebijakan larangan study tour ke luar Jawa Barat yang dikeluarkan Gubernur Dedi Mulyadi semakin membesar. Setelah sebelumnya menuai protes dari kalangan pelaku usaha pariwisata, kini Serikat Pekerja Pariwisata Jawa Barat (SP3JB) mengambil langkah lebih jauh. Mereka secara tegas menyatakan akan mengajukan usulan pemakzulan terhadap orang nomor satu di Jawa Barat itu kepada DPRD Jabar.
Langkah ini menjadi sorotan publik karena pemakzulan merupakan tindakan politik dan hukum yang serius. Prosesnya tidak hanya menyangkut kebijakan semata, tetapi juga menyentuh legitimasi seorang kepala daerah dalam memimpin provinsi. SP3JB menilai larangan study tour yang tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 45/PK.03.03/KESRA tidak hanya berdampak administratif, tetapi telah menimbulkan kerugian nyata bagi ribuan pelaku usaha di sektor pariwisata.
Latar Belakang Kebijakan yang Kontroversial
Kebijakan larangan study tour ke luar Jawa Barat awalnya dimaksudkan untuk mendorong siswa mengenal potensi wisata di wilayah sendiri. Pemerintah Provinsi berharap dengan kebijakan itu, sekolah-sekolah akan memilih destinasi wisata lokal, sehingga bisa memperkuat ekonomi daerah. Namun, di sisi lain, kebijakan ini justru dianggap merugikan para pelaku pariwisata yang selama ini menggantungkan penghasilan dari kunjungan wisatawan sekolah ke destinasi luar provinsi, seperti Yogyakarta, Bali, atau Jakarta.
Serikat pekerja menyatakan bahwa surat edaran tersebut telah menutup peluang bisnis yang sudah berjalan bertahun-tahun. Bus pariwisata, biro perjalanan, pemandu wisata, hingga pengusaha penginapan merasa dirugikan. Mereka kehilangan pasar besar dari kegiatan study tour yang biasanya berlangsung rutin setiap tahun ajaran baru atau akhir semester.
Menurut SP3JB, dampak kebijakan ini tidak main-main. Banyak pelaku usaha skala kecil dan menengah mengalami penurunan pendapatan drastis, bahkan ada yang terancam gulung tikar. Dari sinilah muncul desakan agar DPRD Jabar mengambil sikap tegas terhadap Gubernur.
SP3JB dan Tuntutan Pemakzulan
Serikat Pekerja Pariwisata Jawa Barat menganggap kebijakan ini tidak sesuai dengan semangat perlindungan terhadap rakyat. Mereka menilai Gubernur Dedi Mulyadi telah melakukan pelanggaran prinsip penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Merujuk Pasal 76 huruf b UU tersebut, seorang kepala daerah dapat diberhentikan apabila terbukti membuat kebijakan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan merugikan kepentingan umum. SP3JB berpegang pada pasal ini sebagai dasar argumentasi bahwa Gubernur layak dimakzulkan.
Menurut pernyataan mereka, larangan study tour telah menutup akses rezeki ribuan pekerja sektor pariwisata. Dengan kata lain, kebijakan itu tidak berpihak pada rakyat kecil, tetapi justru menekan ekonomi mereka. SP3JB menilai kebijakan semacam ini bertolak belakang dengan semangat otonomi daerah yang seharusnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Dampak Ekonomi yang Meluas
Dampak larangan study tour bukan hanya dirasakan pelaku usaha transportasi atau agen perjalanan, tetapi juga merambat ke berbagai sektor lain. Pengusaha kuliner, pedagang oleh-oleh, hingga sektor jasa di luar provinsi juga terdampak. Bagi Jawa Barat sendiri, potensi kerugian justru datang dari menurunnya relasi bisnis dengan provinsi lain.
Pelaku usaha menyebut, meski tujuan mulia kebijakan ini adalah meningkatkan kunjungan wisata ke destinasi lokal, faktanya fasilitas dan variasi destinasi di Jawa Barat belum mampu menampung seluruh kebutuhan study tour. Banyak sekolah memilih destinasi di luar provinsi karena pertimbangan kualitas pembelajaran, variasi budaya, dan pengalaman siswa.
Apabila kebijakan ini terus dipaksakan, maka efek domino yang lebih luas dikhawatirkan akan muncul. Pertumbuhan sektor pariwisata lokal bisa stagnan, sementara para pekerja yang kehilangan penghasilan akan menambah angka pengangguran di daerah.
Proses Hukum dan Politik di DPRD
SP3JB menegaskan, usulan pemakzulan akan mereka bawa melalui mekanisme resmi di DPRD Jawa Barat. Jalur yang ditempuh meliputi hak interpelasi, hak angket, hingga hak menyampaikan aspirasi. Mekanisme ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan legislatif terhadap jalannya pemerintahan daerah.
DPRD nantinya akan memproses usulan ini dengan berbagai tahapan, termasuk meminta klarifikasi dari pihak Gubernur. Apabila dinilai ada dasar hukum yang kuat, DPRD bisa membentuk panitia khusus (pansus) untuk mendalami permasalahan. Jika bukti dan argumen dinilai cukup, DPRD memiliki wewenang mengusulkan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Mahkamah Agung.
Proses ini jelas tidak mudah dan membutuhkan dukungan politik yang besar. Namun, langkah SP3JB menandai bahwa resistensi terhadap kebijakan larangan study tour telah mencapai level serius.
Reaksi dan Potensi Konflik Kepentingan
Munculnya usulan pemakzulan ini tentu memunculkan dinamika baru dalam politik Jawa Barat. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan Gubernur akan berusaha mempertahankan alasan dikeluarkannya surat edaran tersebut, yaitu untuk mendukung wisata lokal. Namun, kelompok yang terdampak akan semakin vokal menolak, apalagi dengan adanya dukungan serikat pekerja.
Konflik kepentingan antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi semakin tajam. Sebagian pihak menilai bahwa kebijakan tersebut sebenarnya bisa diperbaiki tanpa harus menutup kesempatan bagi sekolah untuk mengunjungi destinasi luar provinsi. Misalnya dengan sistem kuota, insentif, atau program promosi khusus untuk wisata Jawa Barat.
Namun, karena kebijakan yang diambil bersifat larangan mutlak, jalan kompromi menjadi tertutup. Hal inilah yang memicu desakan pemakzulan karena dianggap tidak mengedepankan dialog dan solusi bersama.
Potret Ketegangan Hubungan Pemerintah dan Rakyat
Kasus ini memperlihatkan bagaimana sebuah kebijakan yang tidak melibatkan cukup banyak pihak dalam proses perumusan bisa menimbulkan gejolak besar. Dalam konteks otonomi daerah, kepala daerah memang memiliki kewenangan membuat kebijakan. Namun, kewenangan itu harus dijalankan dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang terdampak langsung.
Bagi sebagian pengamat, kasus larangan study tour bisa menjadi contoh klasik bagaimana niat baik pemerintah berujung pada resistensi sosial karena lemahnya komunikasi publik. Ketika alasan kebijakan tidak mampu dipahami oleh pihak terdampak, yang muncul bukan dukungan, melainkan penolakan keras.
Tantangan Bagi Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat kini menghadapi tantangan besar. Selain harus menjelaskan dasar kebijakan yang ia keluarkan, Dedi juga perlu menjawab tuduhan bahwa ia telah merugikan kepentingan masyarakat. Apabila DPRD benar-benar menindaklanjuti usulan SP3JB, maka Dedi akan menghadapi proses politik yang melelahkan dan berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahannya.
Pemakzulan bukan sekadar isu prosedural, melainkan ancaman serius terhadap karier politik seorang kepala daerah. Walaupun prosesnya panjang dan membutuhkan dukungan politik besar, fakta bahwa usulan ini muncul saja sudah menjadi catatan penting bagi kepemimpinan Dedi Mulyadi.
Penutup: Menanti Arah Baru Kebijakan
Kontroversi larangan study tour dan desakan pemakzulan terhadap Gubernur Jawa Barat memperlihatkan rapuhnya hubungan antara kebijakan pemerintah dengan kepentingan rakyat. Sektor pariwisata yang menjadi salah satu penopang ekonomi daerah seolah diabaikan dalam proses perumusan kebijakan.
Ke depan, DPRD Jabar memiliki peran krusial untuk memastikan aspirasi masyarakat tersalurkan dengan baik. Apakah usulan SP3JB akan diterima atau tidak, hal ini akan menjadi barometer penting dalam hubungan legislatif, eksekutif, dan rakyat di Jawa Barat.
Bagi masyarakat luas, kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepaskan dari dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkannya. Larangan study tour mungkin dimaksudkan untuk memperkuat wisata lokal, namun tanpa perhitungan matang dan komunikasi yang baik, kebijakan itu justru bisa menjadi bumerang.
Kini, semua mata tertuju pada DPRD Jabar. Akankah usulan pemakzulan ini benar-benar bergulir menjadi proses politik yang serius, ataukah akan berhenti di tengah jalan karena kalkulasi kekuatan politik? Yang jelas, polemik larangan study tour telah membuka babak baru dalam dinamika politik dan pemerintahan di Jawa Barat.
